Sial yang tidak benar-benar Sial
Disuatu siang yang panasnya
hampir membakar kulitku, aku sendiri, berdiri menunggu angkutan umum di depan
sekolahku. Tidak ada seorang temanpun yang menemaniku ke tempat tujuanku,
paling tidak satu angkutan umum denganku itupun tidak ada. Aku selalu ingin
cabut setiap jam pelajaran agama, bukan karena tidak suka, tapi karena jamnya
itu gak sesuai dengan keinginanku.
Semasa SMP, hari jumat adalah
hari yang menyebalkan. Pulang lama, sendiri , angkutan umum jarang, sungguh hari
yang benar benar menyebalkan. Duduk di trotoar yang panas kujabani karena tidak
sanggup lagi berdiri terlalu lama. Urat maluku sepertinya sudah putus untuk sementara
waktu. “Aku tidak perduli yang penting
aku nyaman”, sautku dalam hati.
Beberapa orang yang lewat
dihadapanku sedikit tertawa lucu, karena melihat tingkahku yang sudah seperti
cacing kepanasan. Tak sengaja aku melihat ke arah kanan, “ adek, awas”,
teriakku. Adik itu menoleh kebelakang , dengan sigap ia naik ke trotoar. Aku
segera menyeberang mendapati adik tadi. “Adek, tidak ada yang lecet kan?”,
tanya ku khawatir. Tidak ada kak, terimakasih ya kak”, katanya dengan lugu.
“Iya, jawabku. Aku menyeberang kembali dan segera menaiki angkutan umum yang
biasanya aku sebut oplet atau angkot ke tujuan rumahku. “Oplet gila, ngejar
setoran sampai segitunya, ihh gak lagi deh,”kataku dalam hati. Pengalaman yang
tidak terlupakan bagiku(sambil menghela nafas).
Comments
Post a Comment